Jumat, 25 Mei 2012

ijtihad


BAB II


A.Pengertian Ijtihad
ijtihad (Arab: اجتهاد) adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang. Ijtihad secara bahasa terambil dari kata al-Jahdu dan al-Juhd yang artinya kekuatan, kemampuan, usaha sungguh-sungguh, kesukaran, kuasa dan daya. Ijtihad dalam arti luas adalah mengarahkan segala kemampuan dan usaha untuk mencapai sesuatu yang diharapkan. Seakar dengan kata ijtihad adalah jihad dan mujahadah. Dimana ketiga term tersebut pada intinya adalah mencurahkan segenap daya dan kemampuan dalam rangka menegakkan agama Allah meski lapangannya berbeda. Ijtihad lebih bersifat upaya sungguh-sungguh yang dilakukan seseorang yang telah memenuhi persyaratan dengan penalaran dan akalnya dalam rangka mencari dan menemukan hukum yang tidak ditegaskan secara jelas dalam Alqur'an maupun al-Hadits dan orang yang melakukan hal tersebut dikenal dengan sebutan mujtahid. Jihad titik tekannya adalah upaya sungguh-sungguh dengan fisik dan materil dalam menegakkan kalimah Allah dengan cara-cara dan bentuk-bentuk yang tidak terbatas dan orangnya dikenal dengan sebutan mujahid. Sedangkan mujahadah menitik beratkan pada upaya sungguh-sungguh dengan hati dalam melawan dorongan dan hasrat nafsu agar mau tunduk melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, orang yang melakukan hal tersebut seringkali di sebut salik atau murid.Namun pada perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama Islam.
Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu tertentu.
Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detail oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan turunan dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.

            Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al Quran dan Al Hadist.

B.Jenis-jenis ijtihad

1.Ijma'
Ijma' artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. Adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat. Ijma’ yang hakiki hanya mungkin terjadi pada masa kedua khulafaur rasyidin ( Abu Bakar dan Umar) dan sebagian masa pemerintahan khalifah yang ketiga (Usman). Sekarang ijma’ hanya berarti persetujuan atau kesesuaian pendapat di suatu tempat mengenai tafsiran ayat-ayat (hukum) tertentu dalam Al-Qur’an. Di Indonesia misalnya, ijma mengenai kebolehan beristri lebih dari seorang berdasarkan ayat Alquran surat An-Nisa’ (4) ayat 3, dengan syarat-syarat tertentu, selain dari berkewajiban berlaku adil yang disebut dalam ayat tersebut, dituangkan dalam UU Perkawinan.

2.Qiyâs

Qiyas artinya menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya.

Beberapa definisi qiyâs (analogi)
Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik persamaan di antara keduanya.  Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu persamaan di antaranya. Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam [Al-Qur'an] atau [Hadis] dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (iladh). Sebagai contoh dapat dikemukakan larangan meminum khamar (sejenis minuman yang memabukkan yang terbuat dari buah-buahan) yang terdapat dalam Alquran surat Al-Maidah (5) ayat 90. Yang menyebabkan dilarang adalah illat-nya yakni memabukkan. Sebab minuman apapun yang memabukkan, hukumnya sama dengan khamar yaitu dilarang untuk diminum. Dan untuk menghindari akibat buruk meminum minuman yang memabukkan itu, maka dengan Qiyas pula ditetapkan semua minuman yang memabukkan, apapun namanya, dilarang diminum dan diperjual belikan untuk umum.

3.Istihsân
Adalah cara menentukan hukum dengan jalan menyimpang dari ketentuan yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan sosial.. istihsan merupakan metode yang unik yang menggunakan akal pikiran dengan mengesampingkan analogi yang ketat dan bersifat lahiriah demi kepentingan masyarakat dan keadilan. Istihsan adalah suatu cara untuk mengambil keputusan yang tepat menurut keadaan. Misalnya hukum islam yang melindungi hak milik seseorang. Hak milik seseorang hanya bisa dicabut kalau disetujui oleh pemiliknya. Dalam keadaan tertentu, untuk kepentingan umum yang mendesak, penguasa dapat mencabut hak milik seseorang dengan paksa, dengan ganti-kerugian tertentu kecuali kalau ganti-kerugian tertentu kecuali kalau ganti rugi itu tidak dimungkinkan. Contohnya adalah pencabutan hak milik seseorang atas tanah untuk pelebaran jalan, pembuatan irigasi untuk mengairi sawah-sawah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial.

4.Maslahah murshalah atau Masalih al-mursalah.

Adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskhnya dengan pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari kemudharatan. Sebagai contoh, dapat dikemukakan pembenaran pemungutan pajak pengahasilan untuk kemaslahatan masyarakat dalam rangka pemerataan pendapatan untuk kepentingan umum, yang tidak sama sekali disinggung di dalam Alquran dan Sunah Rasul.

5.Sududz Dzariah
Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentinagn umat.

6.Istishab
Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa mengubahnya. Contohnya adalah, A mengadakan perjanjian utang-piutang dengan B. Menurut A, utangnya telah dibayar kembali, tanpa menunjukkan bukti atau saksi. Dalam kasus seperti ini, dalam istisab dapat ditetapkan bahwa A masih belum membayar utangnya dan perjanjian itu masih tetap berlaku selama belum ada bukti yang menyatakan bahwa perjanjian utang piutang tersebut telah berakhir.

5.Urf
Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Alquran dan Hadist, dan tentu saja berkenaan dengan soal muamalah. Seperti contoh,  melamar seorang wanita dengan memberikan sebuah tanda (pengikat). Tentu hal itu harus didasarkan kepada persetujuan kedua belah pihak.
ORANG YANG BERIJTIHAD PASTI MENDAPAT PAHALA
Kaitannya dengan seorang Hakim, dimana apabila seorang hakim telah berijtihad dalam mencari hakikat dan mendapatkan kebenaran, dia akan mendapat pahala meskipun keputusannya tidak benar. Amar bin Ash meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda: “Apabila seorang hakim berijtihad dan benar, baginya dua pahala. Apabila dia berijtihad dan salah, baginya satu pahala.”
Al-Khaththabi berkata,”orang yang salah diberi pahala atas ijtihadnya dalam mencari kebenaran, karena ijtihadnya adalah ibadah. Dia tidak di beri pahala atas kesalahannya, hanya saja dosa ditanggalkan darinya.”
Ini berlaku bagi orang yang termasuk ke dalam golongan mujtahid, menguasai piranti ijtihad, serta memahami dasar-dasar dan bentuk-bentuk qiyas. Adapun orang yang tidak berkomitmen untuk melakukan ijtihad, dia hanya menyusahkan dirinya sendiri dan kesalahannya dalam memberi keputusan tidak dapat dimaafkan, bahkan dikhawatirkan akan mendapat dosa terbesar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar